3.
Metafisika Càrvàka
Metafisika adalah teori tentang
realitas. Teori kaum Càrvàka tentang realitas mengacu pada
kesimpulan epistemologis di atas. Bila persepsi merupakan satu-satunya sumber
pengetahuan yang dapat dipercaya, secara rasional kita hanya dapat menyatakan
realitas-realitas dari obyek yang dapat dipersepsi saja.
Tuhan, roh surga,
kehidupan sebelum lahir atau sesudah mati dan hukum-hukum yang dapat dipahami
(seperti adåûþa) tak dapat dipercaya, karena semuanya itu diluar
penalaran. Hanya obyek-obyek material lah satu-satunya yang ada dan yang dapat
dipahami dan yang realitasnya dapat ditentukan. Dengan demikian kaum Càrvàka
memantapkan materialisme atau teori bahwa materi adalah satu-satunya realitas.
3.1. Dunia Terbentuk Dari Empat Unsur (Metafisika
Càrvàka)
Dengan menganggap sifat-sifat dari dunia
material, kebanyakan para pemikir India lain berpendapat bahwa ia tersusun atas
lima unsur (pañcabhùta), yaitu: ether (àkàúa),
udara (vàyu), api (agni), air (apaá) dan
tanah (kûiti). Tetapi kaum Càrvàka menolak anggapan
tersebut, karena unsur ether keberadaannya tak dapat dirasakan. Mereka
menganggap bahwa dunia material ini hanya tersusun atas empat unsur saja yang
semuanya dapat dirasakan. Bukan hanya obyek-obyek material mati saja, tetapi
organisme hidup seperti tumbuh-tumbuhan dan badan binatang, semuanya tersusun
dari empat unsur yang berkombinasi sehingga mereka dapat hidup dan yang
nantinya terurai kembali ketika mati.
3.2. Tak Ada Yang Namanya Jiva (Metafisika Càrvàka)
Dalam hal ini kemungkinan dapat
dipertanyakan bahwa sekalipun persepsi merupakan satu-satunya sumber
pengetahuan, tidak punyakah kita sejenis persepsi batin yang memberikan
pengetahuan langsung dari keberadaan mental kita? Dan apakah kita tidak
merasakan dalam kesadaran ini bahwa dimanapun dalam obyek material eksternal
ini kita dapat memahaminya? Apabila demikian, bukankah itu akan mendorong kita
untuk mempercayai bahwa pada diri kita terdapat beberapa substansi non material
yang sifatnya adalah kesadaran, yaitu suatu substansi yang disebut roh atau
jiwa (àtmà) ?
Kaum Càrvàka mengakui bahwa
keberadaan kesadaran dapat dipahami; tetapi mereka menolak bahwa kesadaran itu
merupakan sifat dari suatu unsur spiritual atau non-material yang tak
terpahami. Karena kesadaran itu dapat dipahami keberadaannya dalam tubuh mahluk
yang dapat dipersepsi dan yang tersusun atas empat unsur itu, maka seharusnya
ia merupakan sifat dari badan itu sendiri. Apa yang dimaksudkan orang dengan
roh tersebut tiada lain adalah badan hidup yang sadar ini (caitanya-viúiûþa
deha eva àtmà), dan roh non material tak akan pernah dapat dipahami.
Sebaliknya, kita memiliki bukti langsung tentang identitas diri dengan badan
dalam pengalaman dan pertimbangan kita sehari-hari seperti, ’aku gemuk’,
’aku pincang’, ’aku buta’ dan sebagainya. Bila sang aku disini sebagai sang
diri berbeda dengan badan, maka pernyataan tadi tak berarti sama sekali.
Tetapi, akan timbul sanggahan sebagai
berikut: Kita tidak merasakan adanya kesadaran dalam keempat unsur material
manapun. Bagaimana mungkin ia kemudian dapat berubah dalam susunannnya sebagai
badan? Dalam jawabannya kaum Càrvàka menunjukkan bahwa sifat-sifat
tersebut aslinya tak ada pada setiap komponen, namun akan segera muncul apabila
komponen-komponen tersebut menyatu. Umpamanya, daun sirih, kapur dan buah
pinang, tak satupun dari padanya asalnya berwarna merah, namun secara
bersama-sama mereka akan menghasilkan warna merah bila ditumbuk atau dikunyah
jadi satu. Atau, benda yang sama pun bila ditempatkan dalam kondisi berbeda
dapat menimbulkan sifat yang berbeda dengan aslinya. Umpamanya, gula tebu yang
aslinya manis tak beralkohol akan menjadi beralkohol apabila ia dibiarkan
berfermentasi. Dengan cara yang sama kita dapat berpikir bahwa unsur-unsur
material yang berkombinasi dalam cara khusus akan menimbulkan badan hidup yang
sadar. Dengan demikian kesadaran merupakan hasil sampingan dari materi dan tak
ada bukti keberadaannya yang mandiri terhadap badan.
Bila keberadaan roh terlepas dari badan
tidak terbukti, maka tak mungkin untuk membuktikan kekekalannya. Sebaliknya,
kematian dari badan berarti akhir dari pribadi tersebut. Segala pertanyaan
tentang kehidupan masa lalu, kehidupan nanti, kelahiran kembali, menikmati buah
perbuatan di surga atau neraka, semuanya tiada artinya sama sekali.
3.3. Tak Ada Tuhan (Metafisika Càrvàka)
Tuhan, yang keberadaannya tak dapat
dipersepsi, nasibnya tak jauh berbeda dengan keberadaan roh tadi. Unsur-unsur
material menghasilkan dunia ini dan dugaan tentang adanya si pencipta tak
diperlukan sama sekali. Mungkin akan muncul sanggahan berikut: Dapatkah
unsur-unsur material itu dapat menimbulkan dunia indah ini dengan sendirinya ?
Kita menyadari bahwa hasil dari suatu obyek seperti periuk tanah, sebagai
tambahannya memerlukan tanah liat sebagai penyebab material, seorang pengrajin
gerabah yang membentuk material tersebut menjadi bentuk yang diinginkan,
sebagai penyebab efisiennya. Empat unsur yang dinyatakan di atas hanya
menyediakan penyebab material saja pada dunia ini. Apakah kita tidak memerlukan
penyebab efisien semacam Tuhan, sebagai perencana dan pembentuk, yang merubah
unsur-unsur material tersebut menjadi dunia indah ini? Dalam jawabannya, kaum Càrvàka
menyatakan bahwa unsur-unsur material itu sendiri telah memiliki sifat-sifat
yang pasti (svabhàva). Bahwa dengan sifat dan hukum-hukum
pembawaannya sendiri mereka bergabung bersama untuk membentuk dunia ini. Tak
diperlukan tangan Tuhan disini. Tak ada bukti bahwa obyek-obyek dunia ini
merupakan hasil dari rencana apapun. Mereka dapat dijelaskan lebih rasional
sebagai hasil secara kebetulan dari unsur-unsur tersebut. Jelas disini bahwa
kaum Càrvàka lebih condong pada atheisme.
Karena sejauh ini teori Càrvàka mencoba untuk
menjelaskan dunia hanya dengan sifatnya saja, maka ia kadang-kadang disebut
natularisme (svabhàvavàda). Ia juga disebut mekanisme (yadåcchà-vàda),
karena menolak keberadaan keperluan sadar dibalik dunia ini dan
menjelaskannya sebagai kombinasi unsur-unsur secara kebetulan atau mekanikal
saja. Teori Càrvàka secara keseluruhan juga dapat disebut
positifisme, karena ia hanya percaya pada kenyataan positif atau fenomena yang
dapat diamati saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar