Senin, 16 Juli 2012

3. Metafisika Carvaka

3. Metafisika Càrvàka
Metafisika adalah teori tentang realitas. Teori kaum Càrvàka tentang realitas mengacu pada kesimpulan epistemologis di atas. Bila persepsi merupakan satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya, secara rasional kita hanya dapat menyatakan realitas-realitas dari obyek yang dapat dipersepsi saja. 

Tuhan, roh surga, kehidupan sebelum lahir atau sesudah mati dan hukum-hukum yang dapat dipahami (seperti adåûþa) tak dapat dipercaya, karena semuanya itu diluar penalaran. Hanya obyek-obyek material lah satu-satunya yang ada dan yang dapat dipahami dan yang realitasnya dapat ditentukan. Dengan demikian kaum Càrvàka memantapkan materialisme atau teori bahwa materi adalah satu-satunya realitas. 

3.1. Dunia Terbentuk Dari Empat Unsur (Metafisika Càrvàka)
Dengan menganggap sifat-sifat dari dunia material, kebanyakan para pemikir India lain berpendapat bahwa ia tersusun atas lima unsur (pañcabhùta), yaitu: ether (àkàúa), udara (vàyu), api (agni), air (apaá) dan tanah (kûiti). Tetapi kaum Càrvàka menolak anggapan tersebut, karena unsur ether keberadaannya tak dapat dirasakan. Mereka menganggap bahwa dunia material ini hanya tersusun atas empat unsur saja yang semuanya dapat dirasakan. Bukan hanya obyek-obyek material mati saja, tetapi organisme hidup seperti tumbuh-tumbuhan dan badan binatang, semuanya tersusun dari empat unsur yang berkombinasi sehingga mereka dapat hidup dan yang nantinya terurai kembali ketika mati.

3.2. Tak Ada Yang Namanya Jiva (Metafisika Càrvàka)
Dalam hal ini kemungkinan dapat dipertanyakan bahwa sekalipun persepsi merupakan satu-satunya sumber pengetahuan, tidak punyakah kita sejenis persepsi batin yang memberikan pengetahuan langsung dari keberadaan mental kita? Dan apakah kita tidak merasakan dalam kesadaran ini bahwa dimanapun dalam obyek material eksternal ini kita dapat memahaminya? Apabila demikian, bukankah itu akan mendorong kita untuk mempercayai bahwa pada diri kita terdapat beberapa substansi non material yang sifatnya adalah kesadaran, yaitu suatu substansi yang disebut roh atau jiwa (àtmà) ?
Kaum Càrvàka mengakui bahwa keberadaan kesadaran dapat dipahami; tetapi mereka menolak bahwa kesadaran itu merupakan sifat dari suatu unsur spiritual atau non-material yang tak terpahami. Karena kesadaran itu dapat dipahami keberadaannya dalam tubuh mahluk yang dapat dipersepsi dan yang tersusun atas empat unsur itu, maka seharusnya ia merupakan sifat dari badan itu sendiri. Apa yang dimaksudkan orang dengan roh tersebut tiada lain adalah badan hidup yang sadar ini (caitanya-viúiûþa deha eva àtmà), dan roh non material tak akan pernah dapat dipahami. Sebaliknya, kita memiliki bukti langsung tentang identitas diri dengan badan dalam pengalaman dan pertimbangan kita sehari-hari seperti, ’aku gemuk’, ’aku pincang’, ’aku buta’ dan sebagainya. Bila sang aku disini sebagai sang diri berbeda dengan badan, maka pernyataan tadi tak berarti sama sekali.
Tetapi, akan timbul sanggahan sebagai berikut: Kita tidak merasakan adanya kesadaran dalam keempat unsur material manapun. Bagaimana mungkin ia kemudian dapat berubah dalam susunannnya sebagai badan? Dalam jawabannya kaum Càrvàka menunjukkan bahwa sifat-sifat tersebut aslinya tak ada pada setiap komponen, namun akan segera muncul apabila komponen-komponen tersebut menyatu. Umpamanya, daun sirih, kapur dan buah pinang, tak satupun dari padanya asalnya berwarna merah, namun secara bersama-sama mereka akan menghasilkan warna merah bila ditumbuk atau dikunyah jadi satu. Atau, benda yang sama pun bila ditempatkan dalam kondisi berbeda dapat menimbulkan sifat yang berbeda dengan aslinya. Umpamanya, gula tebu yang aslinya manis tak beralkohol akan menjadi beralkohol apabila ia dibiarkan berfermentasi. Dengan cara yang sama kita dapat berpikir bahwa unsur-unsur material yang berkombinasi dalam cara khusus akan menimbulkan badan hidup yang sadar. Dengan demikian kesadaran merupakan hasil sampingan dari materi dan tak ada bukti keberadaannya yang mandiri terhadap badan.
Bila keberadaan roh terlepas dari badan tidak terbukti, maka tak mungkin untuk membuktikan kekekalannya. Sebaliknya, kematian dari badan berarti akhir dari pribadi tersebut. Segala pertanyaan tentang kehidupan masa lalu, kehidupan nanti, kelahiran kembali, menikmati buah perbuatan di surga atau neraka, semuanya tiada artinya sama sekali.

3.3. Tak Ada Tuhan (Metafisika Càrvàka)
Tuhan, yang keberadaannya tak dapat dipersepsi, nasibnya tak jauh berbeda dengan keberadaan roh tadi. Unsur-unsur material menghasilkan dunia ini dan dugaan tentang adanya si pencipta tak diperlukan sama sekali. Mungkin akan muncul sanggahan berikut: Dapatkah unsur-unsur material itu dapat menimbulkan dunia indah ini dengan sendirinya ? Kita menyadari bahwa hasil dari suatu obyek seperti periuk tanah, sebagai tambahannya memerlukan tanah liat sebagai penyebab material, seorang pengrajin gerabah yang membentuk material tersebut menjadi bentuk yang diinginkan, sebagai penyebab efisiennya. Empat unsur yang dinyatakan di atas hanya menyediakan penyebab material saja pada dunia ini. Apakah kita tidak memerlukan penyebab efisien semacam Tuhan, sebagai perencana dan pembentuk, yang merubah unsur-unsur material tersebut menjadi dunia indah ini? Dalam jawabannya, kaum Càrvàka menyatakan bahwa unsur-unsur material itu sendiri telah memiliki sifat-sifat yang pasti (svabhàva). Bahwa dengan sifat dan hukum-hukum pembawaannya sendiri mereka bergabung bersama untuk membentuk dunia ini. Tak diperlukan tangan Tuhan disini. Tak ada bukti bahwa obyek-obyek dunia ini merupakan hasil dari rencana apapun. Mereka dapat dijelaskan lebih rasional sebagai hasil secara kebetulan dari unsur-unsur tersebut. Jelas disini bahwa kaum Càrvàka lebih condong pada atheisme.

Karena sejauh ini teori Càrvàka mencoba untuk menjelaskan dunia hanya dengan sifatnya saja, maka ia kadang-kadang disebut natularisme (svabhàvavàda). Ia juga disebut mekanisme (yadåcchà-vàda), karena menolak keberadaan keperluan sadar dibalik dunia ini dan menjelaskannya sebagai kombinasi unsur-unsur secara kebetulan atau mekanikal saja. Teori Càrvàka secara keseluruhan juga dapat disebut positifisme, karena ia hanya percaya pada kenyataan positif atau fenomena yang dapat diamati saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar