Darúana
Kata
Darúana berasal dari urat kata “dåú” yang artinya ‘melihat’, menjadi kata darúana
(kata benda) artinya ‘penglihatan atau pandangan’. Kata darúana dalam hubungan
ini berarti ‘pandangan tentang kebenaran’ (filsafat).
Nama
atau istilah lainnya adalah :
- Tattva. Kata ini berasal dari kata “tat” yang artinya ‘itu’ yang dimaksud adalah ‘hakekat atau kebenaran’.
- Mànanaúàstra. Kata ini berarti ‘pemikiran, perencanaan, pertimbangan atau renungan’ yang dimaksud adalah pemikiran atau renungan filsafat.
- Vicàraúàstra. Kata ini berarti ‘pertimbangan, renungan, penyelidikan, dan keragu-raguan’ yang dimaksud adalah menyelidiki tentang ‘kebenaran filsafat’.
- Tàrka artinya spekulasi. Tàrkika berarti orang yang ahli filsafat.
- Úraddhà, kata ini berarti keyakinan atau keimanan.
Darúana
atau filsafat India dibedakan atas dua kelompok, yaitu:
- Pandangan yang orthodox, disebut juga astika. Kelompok ini mengakui otoritas
dan kemutlakan kitab suci Veda sebagai úabda Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan
sumber ajarannya.
Kelompok ini terdiri dari:- Sàýkhya,
- Yoga,
- Mìmàýsa,
- Vaiúeûika,
- Nyàya, dan
- Vedànta.
- Pandangan yang heterodox, disebut juga nàstika. Filsafat ini tidak mengakui
kebenaran dan kewenangan Veda, terdiri dari 3 aliran filsafat, yaitu:
- Càrvàka,
- Buddha, dan
- Jaina.
Ajaran
atau benih-benih filsafat India sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Veda (6000
- !000 sebelum Masehi) pada saat kitab-kitab Mantra Saýhità disusun.
Perkembangan lebih jelas terlihat ketika kitab-kitab Upaniûad disusun sekitar
tahun 800 - 300 sebelum Masehi, tidak jauh dengan masa tersebut disusun pula
kitab-kitab vìracarita (Ràmàyaóa dan Mahàbhàrata juga puràóa).
Perkembangan
yang sangat menonjol nampak pada masa disusunnya kitab-kitab Sùtra, sekitar
tahun 500 S. M. sampai 500 Masehi, seperti Brahmasùtra yang disebut juga
Vedàntasùtra oleh Bàdaràyaóa (yang diyakini juga sebagai Mahàrûi Vyàsa),
Yogasùtra oleh Patañjali, Sàýkhyasùtra oleh Kàpila dan sebagainya.
Perkembangannya kemudian adalah pada zaman Scholastik sekitar tahun 200 Masehi.
Zaman ini disebut zaman kemajuan dengan munculnya tokoh-tokoh besar seperti
Úaòkaràcàrya (tokoh Advaita Vedànta), Pàmanuja (tokoh Visiûþhàdvaita), Madhva
(tokoh Dvaita) dan yang lainnya.
Bagaimanakah
hubungan antara Veda dengan Darúana? Veda adalah úabda Brahman, wahyu Tuhan
Yang Maha Esa yang menjadi sumber ajaran agama Hindu sedang darúana adalah
pandangan Mahàrûi atau para ahli tentang kebenaran ajaran Veda dan alam
semesta. Darúana (Astika) menjadikan Veda sebagai sumber kajian. Tujuan yang
ingin dicapai adalah untuk memudahkan pemahaman terhadap ajaran yang terkandung
dalam kitab suci. Dengan mempelajari Darúana akan lebih mudah mempelajari kitab
suci. Darúana memberikan pencerahan (kejernihan) bagi umat dalam memahami serta
mengamalkan ajaran agamanya.
Berikut
kami sampaikan pokok-pokok ajaran Ûað Darúana yang memberikan rona yang
mewarnai dan memberikan pencerahan terhadap ajaran Agama Hindu:
1)
Sàýkhya
Menurut
tradisi, pembangun ajaran ini bernama Mahàrûi Kàpila, yang menulis
Sàýkhyasùtra. Di dalam Bhagavatapuràóa disebutkan nama Mahàrûi Kàpila, putra
Devahùtì sebagai pembangun ajaran Sàýkhya yang sifatnya theistic. Karya tulis
tentang Sàýkhya yang kini dapat diwarisi adalah Sàýkhya-kàrikà yang ditulis
oleh Ìúvarakåûóa.
Ajaran Sàýkhya dan Yoga besar pengaruhnya terhadap ajaran
agama Hindu di Indonesia. Kitab-kitab tattwa seperti : Wåhaspatitattwa,
Tattwajñàna, Gaóapatitattwa berbahasa Jawa Kuno dalam Úaivapakûa banyak
mendapat pengaruh dan bahkan merupakan ajaran Sàýkhya dan Yoga. Ajaran Sàýkhya
sebenarnya sudah tua usianya, hal, ini dibuktikan bahwa dalam kitab-kitab Úruti
(Mantra, Bràhmaóa, Àraóyaka, Upaniûad, Småti, Itihàsa dan Puràóa) di dalamnya
terkandung ajaran Sàýkhya.
Kata
Sàýkhya berarti pemantulan yaitu pemantulan filsafati. Adapula yang menyatakan
bahwa Sàýkhya berarti kumpulan bilangan (Saý = berkumpul, khya = bilangan).
Ajaran Sàýkhya ini disebut bersifat realistis karena mengakui realitas dunia
ini yang bebas dari roh. Sàýkhya disebut “dualistis” karena prinsip ajarannya
ada dua realitas yang berdiri sendiri - sendiri, saling bertentangan, tetapi
dapat dipadukan, yaitu: puruûa dan prakåti.
Akhirnya
Sàýkhya disebut “pluralistis”, karena mengajarkan bahwa Puruûa itu banyak
sekali. Tentang kebenaran Tuhan Yang Maha Esa tidak perlu dibuktikan lagi,
karena itu pula ajarannya disebut “Nir-ìúwara Sàýkhya”.
2)
Yoga
Ajaran
yoga sangat populer di kalangan umat Hindu. Adapun pembangun ajaran ini adalah
Mahàrûi Patañjali. Ajaran ini merupakan anugrah yang luar biasa dari Mahàrûi
Patañjali kepada siapa saja yang ingin melaksanakan hidup kerohanian. Bila
kitab Veda merupakan pengetahuan suci yang sifatnya teoretis, maka Yoga
merupakan ilmu yang sifatnya praktis dari ajaran Veda. Ajaran ini merupakan
bantuan kepada mereka yang ingin meningkatkan diri di bidang kerohanian.
Tulisan
pertama tentang ajaran Yoga ini adalah kitab Yogasùtra karya Mahàrûi Patañjali
walaupun unsur-unsur ajarannya sudah ada jauh sebelum itu. Ajaran Yoga
sebenarnya sudah terdapat di dalam kitab úruti maupun småti, demikian pula
dalam itihàsa dan puràóa. Setelah buku yogasùtra munculah kitab-kitab Bhàûya
yang merupakan buku komentar terhadap karya Patañjali di atas, di antaranya Bhàûya
Nìti oleh Bhojaraja dan lain-lainnya. Komentar-komentar ini menguraikan ajaran
Yoga karya Patañjali yang berbentuk sùtra atau kalimat pendek dan padat.
Kata
yoga sendiri berasal dari urat kata “Yuj” yang artinya “berhubungan” (ingat
kata yoke atau uga dan yang lainnya). Kata yoga berarti hubungan atau
berhubungan, yang dimaksud adalah bertemunya roh individu ( àtma atau puruûa)
dengan roh universal yang tidak berperibadi (Mahàpuruûa atau Paramàtman).
Mahàrûi Patañjali mengartikan yoga sebagai “Cittavåttinirodha” yaitu penghentian
geraknya pikiran.
Seluruh
kitab Yogasùtra karya Patañjali terbagi atas 4 pada (bagian) yang terdiri dari
194 Sùtra. Bagian pertama disebut “Samàdhipàda, isinya tentang ajaran Yoga
yakni sifat, tujuan, dan bentuk ajaran Yoga. Ini diterangkan pula perubahan -
perubahan pikiran dan cara pelaksanaan Yoga. Bagian kedua disebut
“Sàdhanapàda”, isinya tentang pelaksanaan Yoga seperti cara mencapai Samàdhi,
tentang kedukaan, karmaphala dan sebagainya. Bagian ketiga disebut
“Vibhùtipàda”, isinya segi batiniah ajaran Yoga dan tentang kekuatan gaib yang
diperoleh dalam melaksanakan Yoga. Bagian keempat disebut “Kaivalyapàda”,
melukiskan tentang alam kelepasan dan kenyataan roh yang mengatasi alam
duniawi.
Seringkali
filsafat Yoga disebut bersama-sama dengan filsafat Sàýkhya (Sàýkhyayoga) karena
memang filsafat yoga berhubungan erat dengan Sàýkhya. Yang terpenting ialah
pelaksanaan ajaran Yoga sebagai jalan memperoleh vivekajñàna, yaitu pengetahuan
untuk membedakan antara yang salah dan yang benar sebagai kondisi untuk
mencapai kelepasan. Hampir semua filsafat Hindu mengenal ajaran Yoga ini.
Ajaran
merupakan praktik dari ajaran Sàýkhya dalam kehidupan nyata. Yoga menerima
ajaran tripramàóa dan Sàýkhya, juga menerima 25 Tattwa Sàýkhya dengan
menempatkan ìúwara (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai sumber Puruûa dan Prakåti itu,
walaupun hakekat Puruûa sama dengan ìúvara. Karena menempatkan ìúvara sebagai
sumber kedua prinsip di atas, maka filsafat Yoga disebut bersifat theistic.
Filsafat Yoga disebut juga disebut Saìúvara Sàýkhya atau Seúvara Sàýkhya.
Ajaran
filsafat Sàýkhya, Yoga dan Vedànta sangat mempengaruhi kehidupan Agama Hindu
termasuk sangat besar pengaruhnya di Indonesia, khususnya Bali.
3)
Mìmàýsa
Filsafat
Mìmàýsa yang akan dibahas adalah Pùrwa Mìmàýsa, yang umum disebut Mìmàýsa saja.
Kata Mìmàýsa, berarti penyelidikan yang sistematis yang pertama terhadap Veda.
Pùrwa Mìmàýsa secara khusus mengkaji bagian Veda yakni kitab-kitab Bràhmaóa dan
Kalpasùtra sedang bagian yang lain (Àraóyaka dan Upaniûad) dibahas oleh Uttarà
Mìmàýsa yang dikenal pula dengan nama yang populer, yaitu Vedànta. Pùrwa
Mìmàýsa sering disebut Karma Mìmàýsa sedang Uttarà Mìmàýsa disebut juga Jñàna
Mìmàýsa.
Pendiri
ajaran ini adalah Mahàrûi Jaiminì. Sumber utama adalah keyakinan akan kebenaran
dan kemutlakan upacara dalam kitab Veda (Bràhmaóa dan Kalpasùtra). Sumber
ajarannya tertulis dalam Jaiminìya-sùtra, karya Mahàrûi Jaiminì. Kitab ini
terdiri dari 12 Adhyàya (bab) terbagi ke dalam 60 “pàda” atau bagian. Isinya
adalah aturan atau tata cara upacara dalam (menurut Veda).
Komentar
tertua terhadap kitab Jaiminì-sùtra dikemukakan oleh Sabara Svàmìn, selanjutnya
oleh dua orang tokoh yang berbeda pandangan, yakni Kumàrila Bhaþþa dan
Prabhàkara, yang mengembangkannya kemudian. Ajaran (Pùrwa ) Mìmàýsa disebut
bersifat pluralistis dan realistis. Pluralistis karena mengakui banyak jiwa,
dan penggandaan asas badani yang membenihi alam semesta, sedang realistis
karena mengakui bahwa obyek-obyek pengamatan adalah nyata. Bagi Mimàýsa alat pengetahuan
yang terpenting adalah kesaksian (kebenaran) Veda. Mimàýsa mengajarkan bahwa
tujuan terakhir umat manusia adalah Mokûa, jalan untuk mencapai adalah dengan
melaksanakan upacara keagamaan seperti tersebut dalam Veda.
4)
Nyàya
Pendiri
ajaran ini adalah Mahàrûi Gautama (Gotama), yang menulis Nyàya-sùtra, terdiri
atas 5 adhyàya (bab) dan dibagi ke dalam 5 “pàda” atau bagian. Pada tahun ± 400
Masehi, kitab Nyàya-sùtra ini di komentari oleh Vàtsyàyana. Lama kemudian
muncul kitab Nyàya bernama Tàrka Saýgraha oleh Annam Bhaþþa dan kitab Siddhànta
Muktavadi oleh Viúvanàtha Pañcànana.
Sistem
Nyàya membicarakan bagian umum filsafat dan metoda untuk mengadakan penelitian
yang kritis. Tiap ilmu sebenarnya suatu nyàya. Kata nyàya artinya : ‘suatu
penelitian yang analitis dan kritis’. Sistem ini barangkali timbul karena
adanya pembicaraan dan perdebatan di antara para ahli pikir dan mereka berusaha
mencari arti yang benar dari mantra-mantra Veda. Demikianlah, timbul
patokan-patokan bagaimana mengadakan penelitian yang benar. Sistem filsafat
Nyàya sering juga disebut Tàrkavàda atau ilmu berdebat.
Ajaran
filsafat Nyàya disebut bersifat realistik karena mengakui benda-benda sebagai
suatu kenyataan. Ajaran yang realistik ini mendasarkannya pada ilmu logika,
sistematis, kronologis dan analitis.
5)
Vaiúeûika
Sistem
filsafat ini dipelopori oleh Mahàrûi Kaóàda, ia bernama juga Ulùka. Filsafat
ini barangkali sedikit lebih tua dari Nyàya. Sistem ini timbul pada abad ke 4
sebelum Masehi. Adapun sebagai sumber ajarannya adalah Vaiúeûika-sùtra yang
ditulis oleh Mahàrûi tersebut di atas.
Sekalipun
sebagai sistem filsafat mula-mula berdiri sendiri, tetapi kemudian sistem ini
menjadi satu dengan Nyàya. Pada abad ke-11 Masehi kedua sistem ini berfusi
sehingga menjadi sempurna dan kedua sistem ini oleh banyak penulis sering
disebut Nyàya-Vaiúeûika. Tujuan pokok Vaiúeûika bersifat metaphisis. Isi pokok
ajarannya menjelaskan tentang dharma yaitu apa yang memberikan kesejahteraan di
dalam dunia ini dan yang memberikan kelepasan yang menentukan.
6)
Vedànta
Sistem
filsafat Vedànta juga disebut Uttarà Mìmàýsa yaitu penyelidikan yang kedua
karena sistem ini mengkaji bagian Veda yang kedua yaitu Upaniûad. Kata Vedànta
berarti ‘akhir dari Veda’ (Vedasya + Antah). Sumber ajarannya adalah
kitab-kitab Upaniûad, tetapi mengingat kitab-kitab Upaniûad ini tidak
sistematis, maka Bàdaràyaóa yang disebut juga Mahàrûi Vyàsa menyusun kitab yang
bernama Vedàntasùtra.
Kitab ini dalam Bhagavadgìtà disebut Brahmasùtra. Kitab
Vedàntasùtra ini terdiri dari 4 adhyàya (bab) dan masing-masing adhyàya terdiri
dari beberapa pàda (bagian). Tiap-tiap adhyàya dari Vedàntasùtra ini membahas:
Brahman adalah realitas tertinggi (Bab 1), mengkaji ajaran yang tidak sesuai
dengan Vedànta (Bab 2), mengkaji ajaran mokûa (Bab 3) dan membahas pengetahuan
tentang Brahman (Bab 4).
Sebagai
telah disebutkan di atas, kitab-kitab Vedànta menjadikan kitab-kitab Upaniûad
sebagai sumber ajarannya, di samping itu juga kitab Brahmasùtra dan
Bhagavadgìtà. Bila mengkaji Bhagavadgìtà, maka jelaslah terdapat 3 ajaran
Darúana yang sangat dominan di dalamnya, yaitu: Sàýkhya, Yoga, dan Vedànta.
Ketiga darúana ini berpengaruh di Indonesia, seperti nampak dalam berbagai
kitab Tattwa, Kakawin (seperti Arjuna Wiwàha, Dharma-úùnya), dan sebagainya.
Karena
Vedànta bersumber pada kitab-kitab Upaniûad, Brahmasùtra dan Bhagavadgìtà, maka
sifat ajarannya adalah absolutisme dan theistisme yakni aliran yang absolutisme
meyakini bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah mutlak dan tidak berperibadi (Impersonal
God), sedang yang theisme mengajarkan Tuhan yang berperibadi (Personal God).
Demikian
antara lain kitab-kitab yang dikelompokkan sebagai kitab Veda (Úruti) dan
kitab-kitab susastra Hindu yang di dalamnya termasuk kitab-kitab Itihàsa, dharmaúàstra,
àgama, tantra, dan darúana.
Sumber:
bahan ajar IHDN
Untuk bagian lengkapnya nanti akan diposting per topik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar